Interviewing
Wawancara merupakan aktivitas sentral dari pekerja sosial, dalam dua bentuk. Pertama, mereka menghabiskan banyak waktunya dengan berbicara kepada klien, kolega dan orang lain yang ada dalam departemen pelayanan kemanusiaan. Kemampuan mewawancarai dapat digunakan untuk mempengaruhi hal positif kepada orang lain. Tujuannya untuk membedakan beberapa perluasan dari hubungan sebab akibat. Cara kedua dimana wawancara merupakan hal yang sentral adalah dimana wawancara menggunakan pengetahuan dari praktik yang digunakan lebih baik atau kurang, atau bahkan terbuang.
Wawancara yang baik memiliki berbagai macam bentuk. Seperti memperoleh lebih informasi, informasi yang lebih akurat; klien merasakan bahwa pewawancara mendengarkan mereka dan dapat memberikan saran; meningkatkan reputasi organisasi yang direpresentasikan oleh pekerja sosial. Wawancara merupakan hal yang buruk ketika pewawancara menggunakan kesempatan tersebut untuk menginterogasi ataupun menunjukkan kemampuan dirinya. Lebih baik cara yang digunakan adalah dengan membentuk impresi dan mengamati klien. Pelatihan dapat mengurangi kesalahan dalam mewawancara.
Cara yang mungkin untuk meningkatkan wawancara termasuk pengalaman, magang dan berbagai macam pelatihan formal maupun informal. Pewawancara harus dapat menjustifikasi setiap intervensi itu berjalan atau tidak, siapa orang yang akan melakukan pelatihan. Pelatihan diartikan sebagai pengalaman yang mengkristalisasi dimana hal yang penting tentang pengalaman ini digunakan setelah selesai pelatihan: memang, dalam beberapa pewawancara pelatihan ini secara eksplisit merupakan tujuan utama. Pertanyaannya adalah elemen apa dari pelatihan yang dapat membekali kehidupa sehari-hari. Hal tersebut dilihat secara aktual dimana mempraktekan kemampuan dapat diarahkan kepada peningkatan dibandingkan melihat contoh para ahli, atau membaca tentang wawancara dan tidak berpraktek. Dalam bab ini dijelaskan tentang bagaimana pelatihan membantu menganalisis dan mengembangkan teknik wawancara yang kita miliki.
Spesifikasi yang akan didiskusikan:
- Kealamian wawancara dimana menekan secara konstruktif analisis wawancara.
- Model wawancara dimana kelompok yang memiliki kemampuan berfokus dengan persiapan, eksplorasi, pemahaman, perbuatan dan waktu setelah wawnacara. Model wawancara memperbolehkan pendekatan yang detail dan sistematis untuk menganalisis wawancara diri sendiri dan orang lain.
Bagian satu berfokus dengan apa peningkatan itu dan bagaimana komentar dibuat, dan bagian dua berfokus pada isi komentar tersebut. Terdapat juga dua bagian: sebuah daftar untuk menganalisis wawancara dan bagian dari beberapa kesulitan menghadapi wawancara dan strategi untuk menghadapi kesulitan tersebut.
The Nature of Interviewing : Implications for interviewer training
Terdapat 5 aspek dalam interview yang layak ditegaskan :
- Interview yang baik itu adalah interview yang menggunakan cara kita sendiri. Tidak ada teknik atau cara yang paling baik, semua teknik sama.
- Kemampuan interview merupakan kemampuan yang telah kita pelajari sehari-hari.
- Kemampuan interview harus terus ditingkatkan lagi
- Analisis wawancara sendiri. Maksudnya adalah memberikan evaluasi terhadap wawancarai yang telah kita lakukan dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan interview kita sebagai pekerja social. Analisis nya berupa ilmu pengetahuan dalam interview dan juga kemampuan dalam memberikan feedback yang positif kepada klien. Feedback tersebut dapat berupa komen yang diberikan oleh trainer, klien, atau kolega. Yang perlu diperhatikan dalam memberikan feedback adalah memberikan feedback tentang perilaku nya bukan bentuk fisiknya. Yang kedua adalah dengan memberikan pendapat, harus singkat, mengungkapkan perasaan.
- Peningkatan kemampuan wawancara tidak terjadi secara cepat. Berikut ini adalah skema 4 tahapan dalam mengembangkan keterampilan:
- Melakukan sesuatu yang kurang menguasai, dan tidak menyadari hal itu (unconscious incompetence)
- Sadar bahwa telah melakukan sesuatu yang tidak kompeten tetapi masih melakukan hal itu (conscious incompetence)
- Menjadi lebih kompeten dengan cara sadar/ self-concious way. (conscious competence)
- Menjadi lebih kompeten dengan sendirinya / natural way (unconscious competence)
A Model of Interviewing
Model dalam interview terdiri dari pre-stage (persiapan), yang terdiri dari 3 tahap interaksi, yaitu eksplorasi, mengerti dan aksi. Model yang kedua yaitu after-stage (tahap menyimpan catatan). Keduanya digunakan dalam model “helping” dari Egan(1992) dan beberapa variasi sumber, terutama dari Gilmore (1973). Kemampuan menginterview diorganisir dalam 3 tahap dan kemampuan interview yang umum, yang disebut kemampuan ‘relating’ atau menjalin hubungan.
Istilah ‘helping’ merupakan hal yang sulit bagi sebgai pekerja social, namun model ini tampaknya tepat untuk pekerja social. Kesulitan lainnya yaitu pekerja social sulit untuk melaksanakan berbagai wawancara, sering dibawa tekanan dari waktu dan kondisi yang sulit. Kendala waktu, regulasi, dll dapat membuat hal ini sia-sia untuk mencoba memperbaiki wawancara. Misalnya jika saya melakukan 10 interview dalam sehari, maka tidak ada waktu untuk model atau sistem yang membuat saya menjadi tak berdaya. Jika terdapat masalah atau kesulitan bisa ditangani oleh 3 tahapan utama dalam model interview, yaitu exploration, understanding, and action.
Preparation (pre-stage)
Hal yang perlu dilakukan sebelum wawancara adalah :
- Memikirkan waktu yang tepat untuk wawancara
- Apa yang kita harapkan dari hasil wawancara tersebut
- Struktur dari interview
- Bebaskan pikiran dari hal-hal yang menganggu. Dalam hal ini ada cara-cara yang tepat untuk membuat kita relaks sebelum melakukan interview, yaitu latihan relaksasi ‘atmosphere of timeless calm’ . caranya adala
- Pertama buatlah diri anda senyaman mungkin dengan menarik napas melalui hidung, tempatkan jari telunjuk di antara alis mata, dengan ibu jari di satu lubang hidung dan jari tengah di lubang hidung lainnya
- Tutup lubang hidung sebelah kiri, bernapaslah melalui lubang hidung sebelah kanan
- Tutup lubang hidung sebelah kanan, bernapaslah melalui lubang hidung sebelah kiri
- Pertahankan lubang hidup sebelah kanan tertutup, dan terus bernapas melalui lubang hidung sebelah kiri
- Tutup lubang hidung sebelah kiri, bernapas melalui lubang hidung kanan
Usahakan melalukan latihan ini ditempat yang sepi, tanpa adanya gangguan.
The Interview itself: greeting a “contract”
Kontrak merupakan pernyataan ringkasan atas tujuan wawancara oleh pekerja sosial atau oleh klien. Pewawancara dan klien harus saling setuju dan sepakat dengan kontrak sebelum melanjutkan proses penggalian informasi. Dimungkinan akan adanya “gap” atau jarak antara harapan klien dengan hal-hal yang bisa PS sediakan. Ekspektasi dapat dipengaruhi oleh impresi/kesan awal yang dibangun keduanya (PS dan Klien). Dalam menyetujui kontrak, dapat membantu klien menyiapkan sub-consiously (setengah kesadaran) dan lebih status yang lebih jelas. Dalam membuat persetujuan kontrak, diperlukan beberapa keterampilan yang harus dipunyai PS, yakni :
Tahap1 : Eksplorasi
Dalam tahap ini, merupakan cara slow down yang secara normal daPat dilakukan dalam penyelasaian masalah. Tujuanya adalah mengeksplorasi sebuah masalah, hal ini berhubungan dengan terbangunya hubungan yang baik antara PS dan klien. Dalam tahap ini kita harus memiliki keterampilan agar klien dapat mengungkapkan masalah yang dihadapi, apa yang mereka rasakan dan bagaimana mereka menghadapi kesulitan dalam hidupnya selama ini. Eksplorasi berguna dalam dua hal : (a) membantu PS dalam mengklarifikasi, mendapatkan informasi dengan kualitas baik, dan dapat membantu klien mendapatkan self-determination-nya (b) membantu klien dalam mengklarifikasi masalah yang dihadapi. Beberapa hal penting yang harus dimiliki Ps dalam tahap eksplorasi adalah :
Attenting: memberikan pesan non-verbal secara mudah dan fair : melihat klien, tetapi tidak memandangi; relax ; senyum, mengangguk, tidak menginterupsi, tidak gelisah.
Asking open questions: yakni meberi pertanyaan yang dapat membuat klien memberi jawaban panjang. Kebanyakan PS memiliki berbagai pertanyaan, maka perlu bagi PS untuk mengetahui jenis pertanyaan (terbuka, tertutup) agar PS dapat (a) mengurangi berbagai pertanyaan yang tidak perlu (b) bertanya secara efektif. Secara umum, terdapat beberapa jenis pertanyaan terbuka :
- Leading : pertanyaan yang mengarahkan, contoh : “ aku berpikir kamu sedang menyesal? Benarkan?”
- Hypothetical : pertanyaan menduga, contoh “ apa yang akan kamu lakukan jika…?”
- Multiple : pertanyaan ganda, contoh : menurut kamu bagaimana? Lebih baik kita pulang? Atau pergi ke pasar? Maksud saya…”
- Reflecting : PS mengulang kembali kata yang pernah dugunakan klien untuk bertanya, contoh, “Tolong jelaskan kembali tentang… yang sempat anda bicarakan
Paraphrasing
Ada 2 macam dalam pengutipan yaitu kognitif dan afektif. Pengutipan kognitif sangat biasanya di kehidupan sehari-hari seperti “Maksudmu ialah…”. Sedangkan pengutipan afektif adalah hal yang penting, namun tidak biasa, dimana biasanya dinyatakan atau ditambahkan dengan suatu perasaan seperti “Kamu sangat menikmatinya….”. Tujuan dari pengutipan ini adalah untuk memeriksa apakah benar sang klien merasakan dan melihat suatu permasalahan dengan cara seperti itu, untuk mendorong penyelidikan lanjutan jika klien menghendaki, dan untuk menunjukan bahwa kita mendengarkan dan tertarik dengannya. Hal-hal dibawah ini adalah hal yang tidak menunjukan bahwa kita adalah active listening, yaitu:
Cepat berganti topik pembicaraan
Mengatakan “tidak masuk akal”, atau “kau tidak benar-benar bermaksud demikian”.
Memberikan nasihat: “jika saya adalah anda….”
Bersimpati: “Saya tahu apa yang anda rasakan…” atau “Terkadang saya merasakan hal yang sama…”
Memberikan bantuan praktis: “Saya pikir itu adalah cara bagaimana anda diperlakukan dirumah. Kenapa anda tidak pergi dengan saya?”
Menyarankan perubahan dalam masyarakat, organisasi atau institusi: “Tidak heran, bagaimana suatu masyarakat terorganisir…. kita semua tertekan…”.
Mendiagnosis: “Kapan anda merasa seperti ini?” dan lain-lain.
Menyerang: “Orang-orang seperti anda…. Anda membuat saya….”
Aspek lain dari pengutipan adalah untuk tetap fokus pada klien, daripada terhadap masalah atau orang lain; menggunakan bahasa sendiri agar tidak terdengar seperti burung beo; menggunakan metafora, analogi, dan kosakata yang baik terkait ‘emosi’ mungkin akan membantu.
Summarising
Merupakan kelompok atau gabungan dari parapharases atau kutipan-kutipan. Tujuannya ialah untuk mengecek kepahaman klien serta diri sendiri mengenai suatu konten, termasuk di dalamnya perasaan. Kesimpulan juga memberikan suatu perspektif baru. Maksudnya disini ialah ketika suatu hubungan yang saling mempercayai terbentuk, serta ketika klien sudah mendiskusikan beberapa informasi, ini sangat perlu untuk membantu klien dalam mengeksplorasi suatu masalah atau aspek dari suatu masalah sepenuhnya
Being Silent
Pewawancara terkadang takut akan keheningan sehingga terburu-buru untuk mengisi jeda. Secara umum akan lebih baik jika menunggu terlebih dahulu, dan mencoba untuk menilai alasan mengapa klien berhenti berbicara, seperti contoh:
Karena tidak ada yang ingin ia untuk beritahu
Untuk menata pikirannya
Untuk mengingat sesuatu
Karena mereka marah
Setelah keheningan yang lama (lebih dari 5 detik) beberapa strategi mungkin untuk dilakukan.
Mengatakan “mmmm….” dan “tunggu sebentar”
Mengulangi dan menekankan kata-kata terakhir yang dikatakan klien
Mengulangi dan menekankan kalimat terakhir yang diucapkan klien, atau dapat dijadikan pertanyaan
Mengatakan “Mungkin anda kesulitan untuk menceritakannya?”, “Saya penasaran mengapa anda terdiam?”, “Mungkin anda merasa kesal?”, “Mungkin anda takut untuk mengungkapkan pikiran anda?”, “Saya penasaran apa yang anda pikirkan mengenai saya?”
Menghargai kediaman dari klien. Jangan mengkritisi atau menolak
Encouraging concreteness
Pewawancara mendorong klien agar tidak memberikan informasi yang samar-samar, lebih spesifik, dengan menanyakan “Dengan cara apa…”, atau “Tolong beritahu saya mengenai terakhir kali anda merasa seperti ini…” atau mendeskripsikan suatu kejadian.
Using Stage 1
Kemampuan tahap 1 membantu klien dalam mengeksplorasi permasalahannya. Yaitu membantu dalam membentuk suatu hubungan, memperoleh informasi, dan barulah beralih ke tahap 2 dan 3. Pewawancara mendorong suatu “iklim kepercayaan”. Secara kebalikan mengenai kemampuan tahap 1, Kadushin (1972) memberikan suatu contoh menarik mengenai makna tersembunyi.
Seorang anak kembali ke terapisnya dan bertanya “Siapa yang merusak mobilnya?”. Terapis menduga bahwa anak tersebut benar-benar ingin tahu apa yang akan terjadi kepada orang yang merusak barang-barang dalam ruangan tersebut. Terapis mengatakan “Terkadang mainan akan rusak. Itu memang terjadi.” Anak tersebut merasa tenang, karena ia belajar bahwa orang dewasa ini tidak mudah marah. Ini membutuhkan suatu kemampuan, namun bukan merupakan tahap 1 karena hal itu merupakan suatu dugaan.
Bagian dasar dari tahap 1 yang menjawab pertanyaan, menantang, dan memberikan nasihat, merupakan hal yang membantu setelah membantu klien mengeksplorasi masalahnya. Poin penting dari tahap 1 ialah apapun yang kita katakan harus dapat membantu klien untuk tenang dan mengeksplorasi masalahnya.
Stage 2 : Understanding
Untuk beberapa klien kesempatan untuk mengatur pikiran maupun perasaan merek sendiri telah tercukupi. Sejauh pekerja sosial yang bersangkutan telah difokuskan pada keterampilan tahap 1 mungkin telah menyebabkan mereka memperoleh semua informasi yang dibutuhkan., juga sampai batas tertentu telah diuji beberapa hipotesis.
Tujuan tahap 2 adalah untuk membantu klien memahami diri sendiri dan masalah mereka dengan cara yang lebih cenderung mengarah pada tindakan yang efektif (tahap 3). Tahap dua memulai dengan salah satu permasalahan yang dialami oleh klien, yanng salah satunya relevan terhadap keahlian pekerja sosial, yang mana ketika klien ingin betul-betul bekerja, dan yang mana dapat dikerjakan dan diselesaikan dengan penuh kegunaan.
Dalam hal ini, sudah tidak diperlukan lagi ‘solving the problem’ : Egan (1982) berpendapat bahwa melakukan sesuatu yang berbeda, sekarang juga, tentang sebuah masalah lebih realistis dan memberikan klien lebih banyak perasaan dalam mengontrol atau merasa diberdayakan. Skill wawancara dalam tahap 2 mencakup apa yang tertera pada tahap satu ditambah dengan :
Mengedepankan empati
Mengedepankan empati dapat dilakukan dengan cara meringkas informasi, mengidentifikasi tema, dan mensugestikan konsekuensi yang mungkin terjadi-selalu tentatif, dan jangan membuat poin atau memenangkan argumen terlebih dahulu. ‘bisakah seperti itu?’ ‘apakah itu masuk akal untukmu?’ disamping itu, pekerja sosial dapat juga menantang klien, misalnya : ‘anda berperilaku seperti keset’, tapi harus diingat bahwa harus disampaikan secara gentle atau dapat berupa parafrase.
Pengungkapan diri
Digunakan dengan menyatakan sesuatu tentang salah satu aspek sejarah kehidupan kita. Misalnya ‘ketika aku seusia anda,’ ‘aku bingung, bisakah kau menceritakanya lagi?’.
Memberikan Informasi
Saran dan informasi bebas untuk diberikan tapi agak kurang sering bertindak. Misalnya, ‘aku menyadari bahwa kau mengkhawatirkan ……’. memberikan saran merupakan kegiatan yang tidak cocok ketika keputusan-keputusan penting yang harus dibuat. dalam logika model, meminta klien untuk saran dapat diperlakukan sebagai masalah-yang dieksplorasi, dll, misalnya, sebagai ungkapan keraguan.
Memberikan informasi memang sangat mudah dan membantu, namun terkadang tidak. Ley (1977) telah memperlihatkan bahwa umumnya 40 hingga 50% pasien tidak mendengarkan apa yang dokter informasikan dan sarankan. Jadi, Ley menyarankan :
- Gunakan kalimat yang pendek
- Kelompokkan mana yang mungkin dan yang tidak.
- Mengulang informasi
- Harus spesifik
Kemungkinan yang lainya :
- Ciptakan koneksi antara situasi dan informasi
- Mensugestikan apa yang perlu dilakukan dan apa yang tidak
- Diringkas
Using Stage 1 and 2
Kesuksesan tahap 1 cukup untuk beberapa klien untuk merespon lebih efektif untuk masalah, sehingga tahap 2 sudah cukup bagi orang lain. misalnya, klien mungkin tidak memutuskan untuk menemui pengacara daripada guru pembimbing pernikahan. Untuk menekankan bagaimana apa maksud dari keberhasilan tahap 1 dan 2, skills yang ada dideskripsikan dalam istilah ‘3 kualitas personal, yaitu ‘penerimaan’, ‘empati’, dan ‘keaslian’. ‘penerimaan’ ialah kombinasi atas penjagaan perasaan dan pikiran agar berada diluar jalan yang ditempuh klien hingga klien tersebut menemukan kecocokan, mengecek jika kita telah mengerti, dan membantu klien untuk mengeksplor lebih jauh. ‘empati’ lebih kepada bagaimana kita menempatkan kita dalam sudut pandang klien.
Stage 3: Action
Pada saat ini, klien harus mempunyai ide yang jelas dari apa yang akan menjadi perubahan yang diinginkan dalam hidupnya. Ia mungkin tahu persis apa yang harus dilakukan untuk mencapai ini atau memutuskan perbaikan itu tidak mungkin. tujuan pekerja sosial pada tahap ini adalah untuk membantu klien mengambil tindakan yang tepat. Tujuan pekerja sosial pada tahap ini adalah untuk membantu klien mengambil tindakan yang tepat. Keterampilan tahap 1 dan 2 relevan untuk membantu klien mengeksplorasi berbagai tindakan dan konsekuensinya yang mungkin serta juga konsekuensi yang sebenarnya jika ia terus menemui pekerja social. Sebuah kontrak mengenai tindakan sangat mungkin berguna karena merupakan hal yang konkrit. Kesulitan dalam melaksanakan tindakan juga dapat ditangani dengan dalam hal model dengan klien tentu memiliki hak untuk tidak berubah. Kesulitan normal bagi klien untuk meremehkan kesulitan mengubah dengan mencoba mengubah terlalu banyak dan terlalu cepat atau langkah-langkah yang terlalu besar. Tindakan harus spesifik dan dapat dicapai, idealnya hal tersebut diusulkan oleh klien. Pekerja sosial membutuhkan pengetahuan tentang antara lain berbagai terapi dan bentuk konseling dan akses ke pakar yang relevan yang mungkin termasuk dirinya sendiri.
After an interview: keeping a record
Menulis laporan membantu memperjelas pemikiran tentang informasi yang didapatkan setelah wawancara. Tahapan model mewawancarai memberikan struktur yang jelas seperti daftar masalah dan beberapa rincian tentang masalah tersebut serta pemikiran pewawancara termasuk hipotesa, perspektif baru, cara yang mungkin untuk menyelesaikan masalah tersebut, dan kekuatan serta asset klien. Setiap aspek dicatat secara singkat dan terbuka untuk revisi dengan informasi lebih lanjut dan akhirnya adanya indikasi rencana untuk wawancara berikutnya.
Rangkuman ditulis oleh : Ahmad Rofai, Anggara Yudha, Citra Amalia, Elfha Savira, Enciro Chandra, Rakha Gusti
REFERENSI
Nicolson, Paula., Bayne, Rowan. (1984). Applied Psychology for Social Workers. London: Palgrave Macmillan UK.
Sumber gambar : pixabay
Leave a Reply