Merupakan rangkuman yang ditulis oleh :
- Ahmad Rofai
- Anggara Yudha
- Citra Amalia
- Elfha Shavira
- Enrico Chandra
- Rakha Gusti
————————————————————————–
What is Family?
Salah satu dari isu yang paling membingungkan dalam mempelajari tentang asal keluarga dari satu pertanyaan sederhana: apa itu keluarga? Mencoba untuk mendefinisikan keluarga sangat sulit seperti halnya pendefinisian konsep cinta dan keibuan. Setiap orang memiliki definisi dirinya masing-masing. Pekerja sosial memiliki tantangan untuk memahami apa arti dari keluarga apabila mereka akan memutuskan syarat pelayanan yang tepat dari setiap lembaga dan siapa yang termasuk di dalam syarat pelayanan tersebut. Arti dari anggota keluarga dapat membantu pekerja sosial keluarga untuk menentukan apa yang harus termasuk dalam sebuah intervensi keluarga (Hartman &Laird, 1983).
Secara general, sebuah definisi yang jelas dari keluarga akan menentukan siapa yang memenuhi syarat untuk menerima manfaat seperti perawatan kesehatan. Definisi juga membantu pekerja sosial untuk membuat keputusan tentang bagian bagian yang termasuk dalam fokus pelayanan yang akan diberikan. Pekerja sosial harus mengembangkan sebuah gambaran yang jelas tentang keluarga yang meliputi struktur, peran dan fungsi keluarga. Pekerja sosial keluarga harus berpindah diluar fokus pada individu. Kesensitifitas pekerja sosial sangat diperlukan untuk menentukan perbedaan struktur dan fungsi keluarga itu sendiri.
Dalam level politik, keluarga gagal untuk melekat pada nilai yang dimilikinya. Faktanya, hanya beberapa orang yang dapat mendefinisikan istilah nilai dalam keluarga. Sebagai contoh, perempuan yang bekerja diluar dikritik,keluarga miskin menjadi termarjinalkan, anak yang diasuh oleh seorang ibu atau ayah seringkali menerima kritikan bahwa keluarganya tidak lengkap. Nilai yang kaku yang melekat dengan tipe tradisional dari keluarga akan membuat keberagaman dan kekayaan. Pendapat ini telah berpindah bahwa jika keluarga lebih tradisional, masalah sosial akan hilang dan sebaliknya jika keluarga tradisional berdisintegrasi maka hal tersebut akan membuat masalah sosial untuk semuanya.
Masalah sosial ini bermula dari bagaimana keluarga mendefinisikan nilainya. Menurut David Elkind, apa yang kita sering ambil dalam nilai keluarga—etika pekerjaan, kejujuran, hidup bersih, kesetiaan pasangan dan tanggung jawab individual—merupakan nilai sosial, religi ataupun kebudayaan. Nilai-nilai tersebut diterapkan oleh orang tua untuk anaknya dan keluarganya. Mereka tidak bermula dengan keluarga yang memiliki ciri nilai dari hubungan yang dekat dengan anggota keluarga lain, dan pentingnya ikatan ini untuk kebutuhan yang lainnya.
Mendefinisikan keluarga merupakan sebuah tugas persiapan yang krusial untuk pekerja sosial. Dalam tingkat praktik langsung, pekerja sosial harus secara kritis menyadari bagaimana pembuat kebijakan telah membentuk tingkah laku dan struktur keluarga dalam basis agenda moral dan politik (Pinsof, 2002). Para pembuat kebijakan memiliki pilihan untuk mendukung beragam bentukan keluarga. Tanpa definisi yang utuh dan terkonseptualisasi dengan keluarga, pekerja sosial hanya memiliki asumsi personal, kepercayaannya dan stereotipnya.Pekerja sosial membutuhkan kemampuan berfikir kritis dengan kelompok klien sehingga mereka dapat mendesain dan fokus pada intervensi yang tepat.
Bowen, berpandangan tentang keluarga sebuaah suatu sistem. Menurutnya, keluaga merupakan salah satu bentuk lain dari suatu sistem sosial, sistem kebudayaan, sistem permainan, sistem komunikasi, sistem biologi dan ia berfikir bahwa keluarga merupakan sebuah kombinasi dari sistem hubungan emosional. Yang perlu diperhatikan adalah hilangnya sebuah dukungan lingkungan sosial sehingga dapat mengakibatkan disintegrasi keluarga. Sebagai pekerja sosial keluarga, kita dapat menghargai keberagaman keluarga. Keluarga menemui kesulitan untuk berbagai macam alasan, dimana kepercayaan one-size-fits-all dimana setiap orang harus menyesuaikan diri pada struktur yang sama dan peraturan yang sama. Ketika sikap sosial menekan mereka yang tidak dapat menyesuaikan hal tersebut, maka mereka akan mendapatkan kesulitan.
PURPOSE OF FAMILIES
Keluarga memiliki peran penting dalam mewujudkan kesejahteraan bagi anggota keluarga lainnya dan juga kesejahteraan bagi masyarakat. Keluarga juga merupakan tempat bagi anak-anak untuk mempersiapkan diri dalam menghadapi dunia luar, baik di sekolah maupun untuk bekerja nanti. Tugas utama pekerja social bagi keluarga adalah mencari tahu apa saja yang dibutuhkan dan mana yang tidak dibutuhkan di dalam keluarga tersebut.
Selama 40 tahun, Satir (1967) seorang family social worker mengidentifikasikan terdapat 7 fungsi keluarga, yaitu:
1. Memberikan pengalaman hubungan percintaan heterosexual
2. Untuk meneruskan keturunan yang memiliki ras sama
3. Untuk bekerja sama dalam membantu perekonomian keluarga dengan cara membagi tugas berdasarkan jenis kelamin, kemudahan dan keteladanan.
4. Untuk mempertahankan batasan, untuk menghindari adanya incest taboo.
5. Untuk mengajarkan budaya kepada anak melalui komunikasi, bagaimana mengekspresikan emosi, mengatasi lingkungan yang tidak nyaman dan mengajarkan peran.
6. Untuk menyadarkan kapan mereka (anggota keluarga) mencapai masa dewasa
7. Untuk memberikan perawatan bagi anak.
Selain itu, keluarga juga memberikan pelajaran mengenai kepercayaan, agama, pengetahuan, Bahasa, dll. Namun, budaya kini terus menerus berubah dan berevolusi. Mengenai pembelajaran dalam keluarga, anak-anak beranjak dewasa dan belajar bagaimana untuk bertahan di luar rumah. Dengan keluarga juga anak-anak belajar bagaimana bergaul dengan orang lain. Mereka juga belajar mengenai peran gender, hubungan peer dan tanggung jawab untuk dirinya sendiri dan orang lain. Bahkan, mereka juga belajar bagaimana mengembangkan etos kerja dan di keluarga juga mereka menyadari kemampuannya.
Freud pernah mengatakan bahwa seseorang yang sehat adalah orang yang tahu bagaimana untuk bermain dan belajar, dan didalam keluarga anak-anak mengembangkan kemampuannya dengan cara belajar dan bermain. Keluarga juga menghasilkan workers dan consumers, keduanya penting bagi ekonomi. Keluarga menghasilkan anak yang nantinya akan menjadi pekerja dan juga akan menjadi konsumen. Semakin banyak anak, maka banyak juga kebutuhan bagi si konsumen.
Ekonomi suatu Negara ditentukan oleh jumlah pertumbuhan penduduk. Maka dari itu, ketergantungan diantara keluarga dan dalam masyarakat harus dihilangkan.
Keluarga memiliki bentuk yang berbeda-beda, namun semua orang pasti berasal dari keluarga ini. Berikut klasifikasi keluarga :
a. Family of Orientation of Origin
Keluarga orientasi merupakan keluarga pertama seorang anak dilahirkan dan dibesarkan. Namun, dikatakan keluarga origin bila anak diadopsi sejak bayi.
b. Family of Procreation
Dalam keluarga ini terdapat pasangan baik sesame jenis atau lawan jenis yang memiliki anak baik anak yang dilahirkan dari Rahim ibunya secara alami atau melalui inseminasi (bayi tabung).
c. Extended Family
Merupakan keluarga besar yang didalamnya terdapat nenek&kakek serta anak-anak mereka yang telah menikah dan memiliki anak. Untuk keluarga yang berasal dari beberapa kelompok etnis, extended family sangat memengang peran yang penting.
d.Blended Family
Merupakan keluarga yang didalamnya terdapat dua keluarga yang berupa, biasanya keluarga ini merupakan pasangan yang sebelumnya sudah pernah menikah dan memiliki anak.
e. Adoptive Family
Adopsi menyangkut komitmen legal untuk membesarkan anak yang lahir dari orang lain. Adopsi menjadi lebih komplek dalam beberapa tahun terakhir, dengan lebih sedikit anak yang tersedia untuk dapat diadopsi. Orang tua prospektif dapat mengadopsi melalui proses terbuka secara formal, internasional, dan antar-ras. Keluarga mungkin dapat dibentuk oleh lebih dari satu cara adopsi. Bahkan, di beberapa negara, orang tua tunggal dapat melakukan adopsi, atau gay dan lesbian juga bebas untuk melakukan adopsi (Carter, 1999, hal. 260).
f. Foster Family
Di dalam keluarga asuh, orang tua secara sementara mengasuh anak orang lain. Lama waktu di mana anak asuh dirawat di rumah orang tua asuh dapat bervariasi dari beberapa hari dalam sebagian besar masa anak-anak mereka. Meskipun kebanyakan keluarga asuh memiliki perjanjian formal berkaitan dengan kewenangan kesejahteraan si anak, perjanjian pengasuhan lainnya dapat dibuat secara informal dengan teman atau kerabat terdekat. Di Amerika Serikat, sekitar setengah juta anak-anak dalam layanan pengasuhan orang tua asuh. Dua per tiganya adalah anak-anak Afro-Amerika atau ras campuran, kebanyakan berada di antara usia 5-11 tahun, dan banyak dari mereka yang memiliki masalah tingkah laku atau emosional (Carter, 1999). Carter juga mencatat bahwa bisnis berorientasi profit di bidang layanan pengasuhan anak semakin meningkat.
g. Single Parent Family
Keluarga orang tua tunggal terdiri dari satu orang tua dengan satu atau lebih dari satu anak. Orang tua dapat seorang laki-laki atau perempuan yang menjadi seorang orang tua tunggal karena kematian pasangan hidupnya, perceraian, hidup terpisah, desersi, atau pun karena tidak pernah menikah sama sekali. Meningkatnya jumlah orang tua tunggal dikarenakan pilihan hidup mereka (Okun, 1996). Lebih dari seperempat bayi Kaukasia dan lebih dari dua per tiga anak-anak Afro-Amerika dilahirkan tanpa melalui pernikahan (Pinsof, 2002). Jumlah tersebut hamper setara dengan separuh bayi yang lahir di Skandinavia.
A DEFINITION FAMILY
Eichler (1988) mendefiniskan keluarga sebagai kelompok sosial yang bisa jadi atau tidak meliputi satu atau lebih dari satu anak, yang dilahirkan baik melalui ikatan pernikahan ataupun tidak. Hubungan di antara pasangan orang tua dapat memiliki asal perkawinan yang jelas ataupun tidak, bisa tinggal dalam satu rumah atau tidak, ataupun bisa berhubungan secara seksual maupun terhubung melalui ikatan perasaan sosial atau tidak.
Dibandingkan dengan definisi Eicher, Satir lebih dulu selama 40 tahun sebelumya mendefinisikan keluarga sebagai (1) keluarga inti secara umum yang terdiri dari orang tua dan anak, (2) dua orang dewasa dari kedua jenis kelamin hidup dalam satu atap yang sama dan secara sosial menjaga penerimaan hubungan seksual mereka. (3) keluarga juga dapat terdiri dari anak yang dilahirkan ataupun diadopsi.
The Vanier Institute of The Family (www.vifamily.ca) mendefinisikan keluarga sebagai suatu kombinasi dari dua orang atau lebih yang terikat bersama dalam waktu tertentu dalam suatu hubungan mutual, baik dilahirkan ataupun diadopsi dan memiliki tanggung jawab dalam beberapa hal berikut ini :
Perawatan fisik setiap anggota keluarga,
Penambahan jumlah anggota keluarga melalui prokreasi ataupun adopsi,
Sosialisasi bagi anak-anak,
Pengendalian sosial setiap anggota keluarga,
Produksi, konsumsi, dan distribusi barang dan jasa, serta
Pemberian afeksi dan cinta.
Pada akhirnya, Carter dan Mc Goldricks (1999) mendefinisikan keluarga melalui perspektif lain, yaitu keluarga mencakup orang-orang yang saling berbagi sejarah dan masa depan mereka. Mereka mencurahkan seluruh sistem emosional mereka bagi sekurang-kurangnya 3 hingga 4 bahkan 5 generasi berikutnya secara bersama-sama melalui ikatan darah, hukum, dan sejarah.
Pendefenisian keluarga juga berbeda-beda karena dipengaruhi oleh faktor kebudayaan yang beragam. Kebudayaan secara umum mendefinisikan sebagai keluarga inti, namun budaya Afro-Amerika melihat keluarga didasarkan pada jaringan kekerabatan yang lebih luas, budaya Cina lebih berfokus pada hubungan nenek moyang, dsb. Pada akhirnya, beberapa keluarga minoritas hanya dilihat sebagai hubungan hierarki vertikal kewenangan tertentu dalam suatu budaya patriarki. Dan hal ini selalu dikaitkan dengan afiliasi agama tertentu. Akibat biasnya definisi keluarga tersebut, memunculkan banyak kritik dan menuntu adanya kesadaran diri bagi seorang pekerja sosial untuk melihat secara objektif latar belakang suatu keluarga dan hambatan-hambatan yang muncul di dalamnya. Di mana setiap keluarga memiliki latar belakang dan karakteristik ataupun kondisi yang berbeda-beda. Seorang pekerja sosial dituntut memiliki sensitivitas budaya yang kuat dalam mengidentifikasi dan mengamati struktur suatu keluarga, terutama bagi tipe-tipe keluarga kontemporer.
DIVERSITY AND FAMILY
Berbicara mengenai perkawinan, kenaikan angka perceraian yang terjadi di Amerika adalah dahulu merupakan disebabkan Karena alasan praktis, namun disaat ini, pernikahan biasanya didasarkan pada pencarian pemenuhan personal (personal fulfillment). Coontz (2006) berargumen bahwa terlalu naïf jika kita bisa mengurangi angka perceraian yang dilakukan ahli pemikir dengan penggunakan hukum dan kebijakan sosial.
Struktur keluarga di Amerika Serikat dan Kanada dibedakan dalam beberapa segi dengan mempertimbangkan gaya hidup, warisan budaya, peran ekspresi gender, orientasi seksual, pilihan untuk memiliki anak. Budaya juga berperan sebagai instrumental bagaimana keluarga berproses melalui family life cycle. Keluarga juga dipengaruhi oleh sosio-historikal dimana mereka tinggal. Gender juga merupakan faktor major organizing dalam keluarga karena gender mempengaruhi tingkah laku dalam keluargadan bagaimana masalah dikonstruksi.
Semua keluarga berada dalam budaya dan lingkungan sosial tertentu , banyak dai mereka rentan karena kurang mendapatkan akses pada sumber sosial juga keinginan institusi sosial lain untuk mendukung mereka. Pekerja sosial keluarga ditantang untuk mengembangkan kesadaran dan sensitivitas dengan memahami perbedaan dari kedua perspektif structural dan budaya. Awareness meliputi keterbukaan dan kemampuan untuk mengenali bahwa perbedaan itu ada dan bagaimana mereka membentuk realitas kehidupan yang tidak seimbang (ketidakseimbangan).
Pekerja sosial keluarga datang untuk memahami keluarga dengan menggunakan “lensa segi-luas” (berbagai pespektif) agar benar-benar memahami pengaruh sosial yang berakibat pada kemampuan keluarga bertahan hidup dan tumbuh serta berkembang dengan baik. Pekerja sosial ditantang untuk mengenali, menerima, dan menghormati dalam kerangka luas ekspresi keluarga. Belajar tentang perbedaan keluarga dan ekspresi alternatif keluarga, baik buat pekerja sosial keluarga untuk melatih bias dan asumsi tentang term arti keluarga pada mereka kemudian melakukan dekonstruksi mereka sebagai orang yang sedang dalam keadaan benar.
Seperti yang sudah dijelaskan, banyak orang, anak dalam beberapa hal, mungkin merasa terstigma atau malu karena mereka berpikir bahwa keluarga mereka berbeda dan abnormal dibandingkan keluarga seperti biasanya. Definisi sebuah keluarga berkontribusi pada bagaimana kita dalam praktik, dan jika peksos keluarga menganut untuk membatasi kepercayaan tentang tipe keluarga ideal, dimana mereka yang tidak menyerupai, mendekati ideal, secara cepat menjadi termarjinalisasi (Hartman & Laird, 1983).
Dalam memahami konteks mendefinisikan arti keluarga, terdapat 12 perspektif yang perlu dipertimbangkan :
Historikal
Religius
Statistik
Persilangan budaya
Medikal
Psikiatri
Scientific
Zoologikal
Budaya
Politikal
Nilai personal.
Setiap dimensi yang ada, dapat digunakan untuk mendfinisikan keluarga as “normal” dalam berbagai perspektif berbeda bagaimana kita memahami keluarga.
FAMILY DIVERSITY NOW AND BEYOND
Sistem Keluarga telah mengalami perubahan secara global. Sebagaimana yang telah disebutkan, di Amerika Utara, kurang dari 10% keluarga menyesuaikan diri dengan struktur keluarga inti tradisional. Kenyataanya, lebih dari 60% anak-anak akan menghabiskan setidaknya sebagian dari masa kecil mereka di keluarga single-parent pada usia 18, dan mayoritas dari single parent ini adalah ibu-ibu (Gavin dan Bramble, 1996).
Dari semua keluarga yang memiliki anak, seperempatnya terdiri dari rumah tangga single parent, dan banyak dari orang tua bekerja di luar rumah. Bagaimanapun juga keluarga single parent menghadapi resiko yang besar untuk masuk dalam jurang kemiskinan. Jaman sekarang, keluarga semakin mengecil, dan wanita akan memikul beban dalam pengasuhan anak di kemudian hari. Ditambah lagi di era sekarang pemuda-pemuda akan menunda usia perkawinan. Tingkat penceraian pun mengambang di kisaran 50%. Walaupun 70% dari individu yang bercerai akan melangsungkan pernikahan dengan yang lainya, pernikahan kedua memiliki resiko yang lebih tinggi untuk mengalami penceraian berikutnya. Hubungan maupun pernikahan yang sifatnya ‘serial relationship’ telah menjadi hal yang biasa.
Keragaman budaya di masyarakat juga mengubah wajah masyarakat, dan mayoritas putih perlahan-lahan menjadi minoritas (McGoldrick, Giordano, and Pearce, 1996). Nilai-nilai dalam keluarga yang menjadi minoritas jelas berbeda dengan budaya yang dominan, dan pada waktu yang bersamaan mereka memikul sedikit kemiripan dengan keyakinan dan asumsi yang memandu pekerjaan keluarga mainstream.
Sims (2002) melihat budaya sebagai modal sosial pembangun hubungan yang kuat yang membentuk fondasi terhadap jaringan dalam komunitas. Sebuah jaringan budaya amat penting dan koneksi yang kuat terhadap budaya praktis bisa menjadi sumber potensi terhadap dukungan sosial yang terhubung kepada kompetensi parenting. Sebaliknya, memutus koneksi tiap individu dari jaringan budaya akan meruntuhkan kompetensi parenting.
lingkungan yang kaya secara sosial adalah tempat-tempat di mana individu adalah sumber daya masyarakat yang memberikan feedback kembali kepada orang lain. Maka, sebuah perspektif yang melampaui keluarga dapat memperkaya pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja sosial keluarga. Supaya efektif, maka pekerja sosial keluarga harus memutus etnosentrisme dan mengembangkan sensitivitas dan kompetensi dalam bekerja di lingkungan dengan budaya yang beranekaragam.
DIVERSE FAMILY STRUCTURE
Anak-anak hidup dalam bentuk keluarga yang bervariasi; mereka berkembang secara normal bersama single parent, bersama keluarga yang belum menikah, bersama pengasuh yang berbeda dalam tata aturan komunal, dan bersama keluarga tradisional seperti biasanya. Apa yang anak-anak butuhkan ialah perasaan cinta dan orang dewasa yang penuh perhatian, bukan tipe keluarga yang partikular seperti biasanya —-Sandra Scarr (www.Bartleby .com)
BELIEFS ABOUT FAMILIES
Seperti yang telah disebutkan, mindset tentang nilai-nilai perbedaan dan ketidakjudgmental tentang perbedaan-perbedaan yang ada merupakan sebuah komposisi fundamental dalam pekerjaan pekerja sosial. Menurut Karl Marx, “bukanlah kesadaran seseorang yang menentukan eksistensi sosial kita, akan tetapi eksistensi sosialah yang menentukan kesadaran kita. Sikap tentang keluarga dapat melemahkan basis konstruksi terhadap pekerjaan keluarga. Pekerja keluarga dapat mempercayai bahwa individu yang ada menginginkan supaya mereka bisa mencapai yang terbaik dengan apa yang mereka punyai.
1) Belief I : Families want to be healthy
Dalam hal ini, ada beberapa keluarga yang hidup dalam kondisi yang kurang mendukung, oleh karena itu intervensi sejak dini diperlukan untuk memberikan kesempatan lebih banyak bagi mereka untuk berkembang.
2) Belief II : Families want to stay together and overcome their differences
Pekerja sosial harus mampu menciptakan suasana dimana supaya keluarga yang awalnya mengalami disfungsi mampu menopang dan memberikan pengayoman bagi masing-masing anggotanya. jika tidak memungkinkan maka pekerja sosial disamping
menyerahkan anak ke foster care, mereka turut menyiapkan supaya keluarga tersebut segera mampu untuk menerima kembali anak yang tadinya diserahkan ke foster care.
3) Belief III : Parents need understand and support for the challanges involved in keeping relationships and satisfying and for raising children.
Dalam hal ini keluarga harus diupayakan agar terus mampu menjadi partner yang baik bagi anak-anak mereka. Sharing harus terus berjalan agar tercipta kesempatan bagi orang tua untuk terus berfungsi dalam membangun relasi intim dengan anak mereka.
4) Belief IV : Parents can learn positive; effective ways of responding to their children if they have opportunities for support, knowledge and skills.
Dukungan sosial bagi orang tua amat penting mengingat mereka merupakan role model bagi anak-anaknya. Dibalik itu peran role model amat penting dalam membangun support serta skill bagi keberlangsungan hidup anak-anak
5) Belief V : Parents’ basic needs ust be met before they can respond effectively and positively to the needs of their children.
Seperti prosedur dalam pesawat dimana orang tua harus terlebih dahulu memakai tabung oksigen sebelum membantu anaknya dalam memakai oksigen di keadaan darurat, disini pekerja sosial harus mensiasati agar stress serta depresi yang dialami orang tua tidak mempengaruhi peran dalam lingkungan keluarga.
6) Belief VI : Every family member needs nurturing
Terkadang bersikap kesal dan marah dalam menghadapi masalah jauh lebih mudah daripada berperilaku layaknya berkasih sayang dan mengayomi individu dalam menyelesaikan masalah. Maka dari itu pekerja sosial harus bisa menciptakan kesempatan bagi masing-masing anggota keluarga untuk terus mensupport, mengayomi, maupun saling mengasihi satu sama lain.
7) Belief VII : Family members, regardless of gender or age, deserve respect from each other Dalam hal ini masing-masing anggota keluarga harus bisa saling menghormati perbedaan maupun pola pikir masing-masing individu yang ada. sehingg tercipta kondisi dimana tidak ada pihak yang saling memarginalkan ataupun pilih kasih
8) Belief VII : A child’s emotional and behavioral difficulties should be viewed within larger social environtment.
Maka dari itu, pekerja sosial harus jeli melihat hubungan relasi dalam sesama anggota keluarga maupun hubungan keluar.
9) Belief IX : All People need a family
Semua anak anak dan kebanyakan orang butuh merasakan sebuah hubungan dengan setidaknya satu orang yang perhatian dengannya.
10) Belief X : Most Family difficulties do not appear overnight but have developed gradually iver the years
Meskipun krisis dapat menjadi katalis untuk keluarga agar mendapatkan bantuan, perubahan tersebut tidak dapat terjadi hanya dalam semalam. Pekerja social di bidang keluarga harus dapat menjelaskan perubahan tersebut membutuhkan waktu yang lama dan kerjasama saat proses tersebut.
11) Belief XI : A difference exist between thoughts and action in parenting
Pada saat waktu tertentu, orang tua akan mengalami stress saat mengasuh anak. Pekerja social harus berhati hati terhadap orang tua karena apa yang ia katakan dan pikirkan sangat berbeda dengan perilaku sebenarnya. Jika, terdapat indikasi penyimpangan maka pekerja social harus menyelesaikannya sebelum masalahnya berlarut larut.
12) Belief XII : A different exist between being a perfect parent and being a good enough parent
Tidak ada orang tua yang melakukan hal benar disaat waktu yang tepat selamanya. Melakukan hal yang benar atau tidak akan berbeda konsekuensinya tergantung pada kebutuhan anak pada masa pekembangannya. Pekerja social harus memperhatikan hal ini sebagai kebiasaan atau perilaku yang tidak disengaja.
13) Belief XIII : Families require fair and equal treatment from environtmental system
Banyak keluarga minoritas yang tidak diperlakukan adil oleh masyarakat dan institusi social yang dibetuk untuk memenuhi kebutuhan manusia. Keluarga tersebut tidak mendapatkan akses yang sama untuk menggunakan sumber daya, kesempatan, dan system yang dinikmati oleh mayoritas keluarga yang lain. Pekerja social dituntut untuk menyeimbangkan sumber daya yang dimiliki untuk membuat keadilan social bagi seluruh keluarga.
GUIDING PRINCIPLES OF FAMILY SOCIAL WORK
Berikut ini adalah prinsip prinsip yang digunakan oleh para pekerja social untuk meningkatkan kekuatan keluarga dan pilihan yang positif di dalam pekerjaan pelayanan dalam keluarga.
a) PRINCIPLE 1: The best place to help families is in their home
Rumah adalah lingkungan yang natural untuk keluarga. Observasi yang dilakukan dirumah dengan melihat interaksi dan perilaku keluarga adalah cara yang baik untuk melakukan assessment yang komperhensif. Disini, keluarga tidak harus menggambarkan suasana atau keadaan dirumah kepada pekerja social di kantor. Pekerja social dapat memberikan feedback dan intervensi secara langsung serta mengajari cara yang baru untuk berinteraksi dan memecahkan masalah.
b) PRINCIPLE II: Family work empowers families to solve their own problems
Tujuan utama dari pelayanan di bidang keluarga adalah untuk membantu keluarga untuk menjadi kompeten sebagai orang tua, partner, dan anggota yang berfungsi dalam masyarakat. Pelayanan ini untuk mendorong partisipasi di dalam perubahan yang akan meningkatkan kemandirian. Berbagai keluarga mempunyai keunikan tersendiri yang dapat menjadi kekuatan atau kelemahan tersendiri. Sebuah assessment yang akurat dibutuhkan untuk melihat kemampuan yang spesifik dalam keluarga tersebut sebelum membuat rancangan intervensi.
c) PRINCIPLE III: Intervention should be individulized and based on assesment of the social, pshychological, cultural, eductional, economic, and physical characteristic of the particular family
Pekerja social di bidang keluarga dimulai dimana dengan sebuah keluarga tertentu. Kekuatan dan kelemahan sebuah keluarga harus di assessment dengan berkelanjutan dan dievaluasi untuk menjamin kesesuaian dan ketepatan waktu intervensi. Apa yang efektif dengan suatu keluarga mungkin tidak efektif dengan keluarga yang lain.
d) PRINCIPLE IV: Family social workers must respond first to the immediate needs of families and then their long term goals.
Pekerja social di bidang keluarga harus menilai kebutuhan yang diperlukan sesegera mungkin dan menjamin kebutuhan tersebut terpenuhi. Disaat yang sama, pekerja social juga membantu orang tua merancang kebutuhan yang akan dibutuhkan di masa yang akan datang. Hierarki kebutuhan dari Maslow adalah instrument yang berguna untuk menilai
Daftar Pustaka
[1] Collins, D., Jordan, C.,&Coleman,H. (2013). An Introduction to Family Social Work (4th ed.). Belmont, CA; Brooks/Cole
=====================================
Sumber gambar : Playbuzz.com
Leave a Reply