Teknologi Organisasi Pelayanan


[PENDAHULUAN]

Bahan mentah HSO yang merupakan manusia membuat praktiknya tidak hanya menghadapi keberagaman biologis dan budaya juga moral. Selain itu menyebabkan HSO bekerja dengan ketidak pastian dan dilema. Mengenai, pemilihan, implementasi dan operasional teknologi pelayanan. Dilema seperti, perselisihan produk akhir, pemilihan teknologi yang efektif dan diinginkan, mencocokan klien dan teknologi, dan pada akhirnya pengawasan kualitas. Hal ini memiliki konsekuensi dalam memilih mekanisme efektif untuk klien dan staff, karena dilema tersebut tidak hanya mempengaruhi klien tetapi juga staff.

 

A DEFINITION OF HUMAN SERVICE TECHNOLOGY

Secara umum teknologi pelayanan diartikan sebagai seperangkan prosedur yang diinstitusionalisasi bertujuan mengubah atribut fisik, psikis, sosial, atau budaya seseorang untuk mengubah statusnya menjadi status yang ditentukan. Selain itu teknologi pelayanan merupakan prosedur yang mendemonstrasikan pengetahuan hubungan sebab-akibat. Perrow (1965) menggambarkan minimal lima atribut dalam teknologi: Diperlukan pengetahuan relasi sebab-akibat, terdapat sistem timba balik, memungkinkan demonstrasikan ulang untuk efisiensi aksi, terdapat toleransi yang diterima, beralasan dan ditentukan, dapat dikomunikasikan dengan cukup.

Teknologi pelayanan manusia tidak hanya berdasarkan pengetahuan ilmiah tetapi juga pengalaman dan sistem kepercayaan. Teknologi pelayanan mencangkup beberapa komponen dalam tahap klien diproses

  1. Recruitment and Selection : Merekrut dan menyeleksi klien yang “memenuhi syarat” atau “tidak memenuhi”
  1. Assesment and Classification: Mengevaluasi atribut klien yang mengarahkan klasifikasi dan pemberian label
  1. Status Transformation: Mengantisipasi perubahan status fisik, psikologis, sosial atau budaya klien. Hal ini menjadi bagian dasar atau inti dari teknologi
  1. Termination and Certificartion: Mendefinisikan dan mengawasi keluarnya klien dari organisasi dan menyediakan konfirmasi publik mengenai status klien tetapi seringkali label keluaran seseorang tidak selalu menggambarkan hasilnya.

 

ATTRIBUTES OF HUMAN SERVICE TECHNOLOGY

Human Service Technologies as Moral Systems

Klien datang dengan atribut yang bervariasi, tidak hanya diterima sebagai informasi objektif tetapi juga sebagai pola intervensi yang mempengaruhi moral evaluasi staff pada klien. Proses pada klien menyebabkan beberapa aspek biografis mendapatkan arti sosial baru yang dikonfirmasi atau moral status mereka terdahulu. Dalam konteks ini teknologi pelayanan manusia dapat dilihat sebagai sistem moral. Dimana pemilihan teknologi melibatkan seleksi sistem moral untuk diperkuat atau dipelihara. Sistem moral ini terwujud dalam kriteria yang digunakan praktisi untuk menentukan “pemenuhan syarat”; menilai dan klasifikasi klien; memilih prosedur perubahan; dan menilai hasil dari intervensi.

 Human Service Technologies as Indeterminate Systems

Keberhasilan perubahan atribut klien memerlukan pengetahuan ilmiah, namun pengetahuan tentang manusia terlalu luas, kompleks, tidak lengkap dan samar-samar. Meskipun terdapat ilmu yang mengeneralisir tetapi tidak menginformasikan pada praktisi pelayanan manusia bagaimana untuk mengubahnya. Ada juga pengetahuan yang dijelaskan secara lengkap namun tetap ada ketidakpastian karena atribut manusia merupakan bentukan atribut lainnya yang bervariasi. Sehingga memiliki konsekuensi model intervensi yang kurang konsisten atau sulit untuk mencapai pengetahuan yang general. Bagaimanapun penting dalam memperhatikan pengaruh utama teknologi yang diaplikasikan pada organisasi dan konteks sosial terhadap hasil dari teknologi. Karena teknologi organisasi tidak dapat menetralkan pengaruh konteks sosial bisa jadi pengaruhnya lebih kuat pada hasil daripada teknologi itu sendiri.

Human Service Technologies as Practice Ideologies

Praktisi pelayanan manusia harus menyediakan solusi meskipun pengetahuan ilmiah tidak menyediakan pedoman implementasinya. Maka praktisi mengandalkan kecerdasan, pengalaman, dan kepercayaannya dalam mencari solusi. Praktisi menyikapi dengan mengadopsi “practice ideologies” oleh Rapport (1960) diartikan sistem ide formal dengan ketahanan dan ivestasi emosional, fitur penerimaan diri dan merubah penilaian objektif rasional… Menyatukan aspek observasi lingkungan dengan mengisi celah pengetahuan dengan variasi proyeksi, menyediakan sistem kepercayaan koheren dalam mendasari dan membenarkan aksi”. Praktisi ideologis memiliki dua peran yaitu, menghilangkan ketidakpastian dan menawarkan aksi konsisten, dan menyediakan rasionalisasi dan pembenaran untuk staff dalam memperlakukan klien.

Penggunaan ideologi sebagai basis intervensi memiliki konsekuensi, pertama beberapa prinsip praktik dapat dibenarkan dalam ideologi yang sama karena ideologi terlalu abstrak. Kedua, mengijinkan praktisi untuk mengkonkretkan model alami manusia yang mengarahkan pada perkiraan pemenuhan diri. Pada akhirnya, ideologi menghasilkan penghalang untuk inovasi, untuk aksi mereka sebagai penyaring dimana hanya ilmu yang sesuai dapat diterima organisasi, ketika pengetahuan menantang mereka untuk ditolak.

Human Service Technologies as face-to-face Interactions

Orlinsky dan Howard menyimpulkan bahwa efektivitas psikoterapi dtentukan oleh kualitas positive atas ikatan yang terjadi antara klien dengan therapist. Dalam hal ini, organisasi menghadapi masalah sulit dengan memasangkan klien-terapist yang saling cocok dengan kapabilitas tertentu. Dalam fenomena face to face,interaksi antara keduanya secara potensial terinvestasi  dapat dipertimbangkan dalam bentuk line staff. Dimana Lipsku telah membagi dalam berbagai level karakteristik line staff sebagai berikut : (1) secara konstan berinteraksi dengan klian, (2) memiliki kebijakan dan independen yang comparative dimana perilaku dan tindakan personalnya secara signifikan berpengaruh terhadap klien , (3)mereka bisa menandai dampak pada klien dengan siapa mereka  bersepakat. Interaksi face to face mengajurkan partikularismem affective involvement, interaksi jangka panjang, dan kebijaksanaan (discretion).

Dalam beberapa hal, akan terdapat beberapa konflik dengan teknologi face to face ini, yang dipengaruhi oleh 2 faktor, pertama, staff memiliki kekuatan untuk mengontrol layanan dan kebutuhan klien. Kedua, teknologi pelayanan yang menggunakan prinsip “individualized treatmen” dan “tailoring the service to the need of the client

Human Service Technologies as Client Control System

Kebutuhan pemenuhan dan kooperatif klien secara menjadi tujuan utaama/terjadi  ketika teknologi meraih beberapa perubahan utama pada perilaku klien juga ketika berhasil membawa partisipasi aktif klien. Konsekuensinya, control klien dan kebutuhan untuk mendapatkan konformitas merupakan isu kritis dalam HSO. Menurut Gamson, terdapat 4 perbedaan model dalam control klien yang akan dijabarkan sebagai berikut: (1) teknologi dimungkinkan meregulasi akses klien pada variasi/berbagai  sumber daya. (2) klien dapat dipisahkan dari pengaruh sumber daya,biasany digunakan pada organisasi “total” seperti penjara dan rumah sakit, (3) penggunaan sanctions(manipulasi imbalan dan hukuman) untuk mengontrol klien. Dan (4) organisasi menggunakan mekanisme persuasi, dalam mengontrol klien (penekanan pada humanism).


OPERATIONAL OF HUMAN SERVICE TECHNOLOGIES

Dalam mensintesis variasi konsep kontemporer pada tenologi organisasi pelayanan, Hickson, Pugh, Pheysey (1969) telah mengidentifikasi tiga komponen, (1) Operation technology – fokus melengkapi dan peruntunan aliran kerja  (contoh: proses produksi), (2) Material technology – karakteritik material yang digunakan pada aliran kerja, dan (3) Knowledge Technology – karakteristik pengetahuan yang digunakan pada aliran kerja. Namun secara spesifik, mereka gagal untuk mengambil dua inti karakteristik teknologi organisasi pelayanan yakni : face to face interaction dan penggunaan mekanisme control klien.  Oleh karenanya, HSO telah mengoperasionalisasi beberapa komponen teknologi sebagai berikut : (a) Client attribute technolog, (b) Knowledge technology, (c) interaction technology, (d) Client control technology, (d) Operations technology.

Client attributes Technology

Berdasarkan output yang diharapkan, organisasi harus mendefinisikan dan menderteminasikan (1) jarak atribut yang dipertimbangkan relevan dan cocok pada teknologi, (2) derajat variability yang dapat diterima dalam atribut,(3) stabilitas relative pada atribut. Adapun dimensi-dimensi pilihan organisasi  harus mempertimbngkan hal berikut :

The extent of orgazional interest in client biographies : termasuk tipe dan jumalh item biografi dan time span pada kepentingan organisasi. // The degree of variability in client attributes : menunjukan perluasan variasi diantara masalah, kebutuhan, dan atribut yang dipertimbngkan relevan pada organisasi pelayanan. // The degree of stability in client attributes: merupakan pengukuran pada perluasan fluktuasi pada atribut klien selama menajalankan pelayanan.

Knowledge Technology

Terdapat dua dimensi penting, yakni : The techniques of intervension : berusaha mendefiniskan dan menentukan kedua tugas bahwa staff harus tampil dan bagaimana seharusnya mereka tampil // Knowledge of casual realtion: untuk meluaskan bahwa staff beroperasi dibawah asumsi dalam melengkapi pengetahuan hubungan sebab-akibat, mereka mampu menstandarisasi teknologi intervensi mereka dengan mengembangkan pedoman eksplisit kapan dan baimana mereka menggunakanya.

Interaction Technology

Dalam hal ini, terdapat dua dimensi penjelasan, yakni the medium of the interaction: yang terdiri dalam 3 model berikut : (1) penggunaan perlengkapan seperti pelihan medis, admisitrasi medis, komputerisasi instruksi dll, (2) Proses informasi seperti eligibilitas determinasi, pembacaan, dan testing, (3) hubungan interpersonal bertujuan seperi social casework, sosialiasi dan pengajaran dll.// The Patterns of interaction: merupakan pola interaksi yang terjadi antara klien dengan staff// Communication pattern: merupakn karakteristik komunikasi yang menstrukturisasi aliran informasi antara klien dengan staff dalam proses penggunan teknologi pelayanan.

Client Control Technology

Jenis kontrol klien dapat dibedakana menjadi: (1) sejauh mana staf secara langsung memediasi penguatan (reward and punishment); dan (2) sejauh mana kontrol bersifat terbuka dan diberitau kepada klien. Tabel 5.1 mengidikasi beragam tipe dari mekanisme kontrol yang dapat dilakukan staf. Implikasi dari mekanisme kontrol ini akan mempengaruhi kualitas hubungan antara klien dan staf. Ketika staf mengandalkan penggunaan ancaman dibanding janji atau ajakan, hubungan yang terbentuk akan minim rasa percaya.

TABEL 5.1      Mechanism of Client Control

  OVERT CONTROL IMDIRECT CONTROL (MANIPULATION)
Staff mediates reinforcements Yes

No

Threats and promise

Persuasion

Reinforcement control

Information control

Sumber: Diadaptasi dari Tedeschi, Schlenker, dan Lindskold (1972: 292)

Operations Technology

Teknolgi operasi merujuk pada pengorganisasian aktivitas yang dibutuhkan teknologi layanan. Secara khusus, mendefinisikan tingkat ketergantungan dalam alur kerja. Empat jenis alur kerja, diurutkan dari yang tidak saling tergantung ke yang paling bergantung: (1) fully independent: pengalaman layanan klien adalah ini jumlah tugas diskrit yang dilakukan oleh berbagai staf; (2) sequential: contohnya, proses intake di lembaga kesehatan mental, klien harus terlebih dahulu melihat petugas yang menentukan kelayakan, pekerja yang menentukan masalah klien dan kemudian rujukan kepada pemberi layanan yang sesuai; (3) Reciprocal: setiap client-directed task bergantung pada client-directed task lainnya, begitu pula sebaliknya; (4) Team: sebagian anggota staf harus bekerja bersama, seperti dalam operasi bedah membutuhkan beberapa dokter spesialis.

 

FUNCTIONS OF HUMAN SERVICE TECHNOLOGIES

Fungsi teknologi mempengaruhi kegiatan inti bahwa staf terlibat dalam, lokasi struktural teknologi dalam organisasi, kekhawatiran administrasi dominan dalam mengelola teknologi, hubungan staf-klien secara keseluruhan, mekanisme kontrol klien, dan mekanisme kepatuhan staf. Ada tiga fungsi besar dari teknologi pelayanan kemanusiaan, yang akan dijelaskan di bawah ini.

People-Processing Technologies

Teknologi ini memiliki satu fungsi utama: untuk memberikan pada orang-orang label sosial tertentu, posisi sosial, atau status. Bukannya langsung mengubah atribut seseorang, organisasi memilih untuk mengubah definisi atribut, posisi sosial, dan identitas masyarakat sehingga reaksi dari orang lain untuk definisi baru akan menghasilkan perubahan yang diinginkan.

People-sustaining Technologies

Teknologi ini bertujuan untuk mencegah, atau menunda kemerosotan dari kesejahteraan seseroang atau status sosialnya. Hal ini dilakukan dengan cara menghilangkan atau meminimalkan efek dari kondisi klien yang mengancam kesejahteraanya, atau dengan mengkompensasi kerugian sumber daya pribadi yang menyebabkan kerusakan tersebut.

People Changing Technologies

Teknologi perubahan manusia bertujuan mengubah secara langsung kondisi biofisik, psikologis, atau atribut sosial klien dalam rangka meningkatkan kesejahteraan mereka serta fungsi sosialnya. Penekananya berada pada manipulasi langsung dari atribut untuk mencapai perubahan yang telah ditentukan. Dalam ‘people changing technologies, kita dapat membedakan antara dua subfungsi (Vinter, 1963) :

1) Pemulihan: yang ditekankan di sini adalah pada menghilangkan atau mengurangi kekurangan, hambatan, dan incapasitas sehingga klien dapat berfungsi pada tingkat yang diinginkan secara sosial. Teknologi tersebut termasuk psikoterapi, pengobatan penyakit, rehabilitasi vokasional, dan resosialisasi.

2) Peningkatan: ditekankan di sini adalah untuk lebih meningkatkan fungsi sosial dan kesejahteraan yang dinilai akan bergerak sepanjang gradien normal pembangunan. Misalnya tekonolgi pendidikan, pembangunann kapasitas, dan lain lain.

Berlawanan dengan ‘people sustaining technology’, ‘people changing technology’ berasumsi bahwa klien mempunyai kapasitas yang signifikan dalam meningkatkan pemberdayaan dirinya sendiri, dan hal ini telah terbukti secara empirik. Semakin besar jumlah perubahan yang dilihat oleh teknologi, semakin besar kompleksitas dan ketidakpastian dan semakin besar juga kebutuhan organisasi untuk menyangganya dari lingkungan. Hal ini disebakan oleh dua faktor, pertama ialah kesuksesan teknologi berpredikat pada kapasitas organisasi untuk menjamin kongruensi diantara atribut individu dalam mencari perubahan dan atribut yang didefinisikan sebagai kecocokan dari teknologi yang dipakai, kedua ialah organisasi harus menyekat atribut-atribut yang ada dari pengaruh eksternal,sehingga praktisioner dapat meraih kontrol besar diatasnya.

Menyangga teknologi dari lingkungan organisasi didukung oleh beberapa hal, pertama ialah organisasi mampu mempekerjakan pihak profesional, kedua organisasi melalui dukungan negara, akan mampu menghasilkan banyak proteksi legal, dan ketiga organisasi dapat mempublikasikan norma-norma, kesejahteraan kolektif, dan kode etik yang bersangkutan sebagai justifikasi. Untuk mengklaim keefektifan ketika menyangga  teknologi dari inspeksi eksternal merupakan salah satu konsentrasi besar administrasi dalam organisasi yang mempekerjakan teknologi perubahan manusia. Berbeda dengan teknik lainya, teknik perubahan manusia membutuhkan hubungan antara staff dan klien secara intensif dan ekstensif, apalagi ketika pihak yang terlibat menginginkan perubahan yang sifatnya masif dan berkelanjutan.

Untuk jaringan yang sama, organisasi seperti  menarik nilai-nilai dan komitmen sebagai mekanisme utama untuk memunculkan kepatuhan staf dengan persyaratan teknologi, dan hal ini tidak hanya dilakukan hanya dengan pengumuman seperangkat aturan ataupun metode semata. Hal ini harus didasarkan pada indentifikasi staff dengan tujuan-tujuan yang berbasis teknologi.

 

ORGANIZATIONAL DETERMINANTS OF TECHNOLOGY SELECTION

Pemilihan teknologi yang kelak menjadi ciri khas dari organisasi ditentukan oleh serangkaian faktor. Dalam hal tertentu, pemilhan teknologi didasarkan pada keberadaan perkembangan teknologi suatu negara, dan secara spesifik tergantung pada ‘trend-setting’ yang ada di lapangan. Dibalik itu, pemilihan teknologi juga ditentukan oleh pertimbangan hasil politik dan ekonomi dan biaya teknologi alternatif.

Karena pemilihan didasarkan atas kesadaradan teknologi, faktor terbesar mencakup nilai-nilai dan kepentingan yang dianut oleh koalisi dominan. Meskipun demikian, seperti pilihan yang didasarkan atas faktor lingkungan. Pertama ialah kelompok komunitas yang menjadi basis legitimasi dan dukungan, kedua alternatif teknologi yang ada memperlukan konfigurasi sumber daya yang tentu berbeda. Lebih jauh lagi kondisi politik dan ekonomi internal dalam organisasi turut mempengaruhi penggunaan teknologi perubahan manusia, misalnya penolakan staff terhadap teknologi tertentu karena alasan politis.

 

CONCLUSION

Penentu yang signifikan dari pilihan ini berasal tujuan fungsi teknologi dalam hal produk yang diinginkan. teknologi pelayanan manusia memiliki tiga fungsi utama: 1) orang pengolahan, 2) orang mempertahankan, 3) orang berubah. mengejar masing-masing fungsi ini akan memiliki konsekuensi penting pada struktur internal dan proses organisasi. Akhirnya, pengaruh politik-ekonomi akan mempengaruhi pilihan teknologi dari suatu organisasi. Dan praktik oenggunaanya tentu disesuaikan dengan kondisi lapangan sehingga terkadang terlihat bias dengan pemahaman ideologi yang dianut oleh organisasi.

 

[Tugas Review Kelompok : Ahmad Rofai, Fatiyah Rahmadiana, Noviyanti, Rakha Gusti R.]

[Ilmu Kesejahteraan Sosial]

 

REFERENSI

[1] Hasenfeld, Yeheskel. 1983. Human Service Organization. USA: Prentice-Hall

 

Sumber  gambar : rs-soewandhi.surabaya.go.id

Advertisement

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

Website Built with WordPress.com.

Up ↑

%d bloggers like this: