Lingkungan Organisasi Pelayanan


[PENDAHULUAN]

Karakteristik HSO ialah ketergantungan terhadap donor (pemerintah, agensi negara, United funds, dan lembaga charity swasta). Hasilnya HSO rentan dipengaruhi oleh berbagai kepentingan dari luar dan potensial untuk kehilangan otonominya. HSO juga dipengaruhi oleh norma-norma dan karakteristik sosiokultural. Bersamaan dengan itu HSO dituduh terlalu intensif terhadap latar belakang etnis dan budaya klien. Selain itu HSO seringkali gagal untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Maka dari itu, dalam chapter ini kita akan mengeksplorasi keterkaitan antara HSO dengan faktor eksternal yang mempengaruhi

 

THE GENERAL ENVIRONMENT

Meninjau pernyataan Hall, saya (penulis buku) membedakan antara lingkungan umum dan lingkungan tugas organisasi. lingkungan umum menunjukkan kondisi yang ada di lingkungan: ekonomi, demografi, budaya, politik hukum, dan teknologi, yang mempengaruhi semua organisasi dan harus dianggap sebagai diberikan. Sedangkan lingkungan tugas mengacu pada satu setting tertentu dari organisasi dan kelompok dengan siapa HSO melakukan pertukaran sumber daya serta layanan organisasi  dan dengan siapa ia menetapkan mode khusus interaksi.

Pada umumnya hal diatas berlaku pada HSO tanpa terkecuali. Lingkungan sekitar yang dikategorisasikan sebagai sumber daya, populasi, teknologi, dan budaya amat menentukan range dan tipe HSO apa yang akan bertahan didalamnya. Oleh karena itu, lingkungan yang berbeda mendukung munculnya organisasi dan berbeda-beda memilih yang mana yang akan bertahan atas dasar kesesuaian antara struktur dan kegiatan mereka dan karakteristik lingkungan (Aldrich dan Pfeffer, 1976; Hannan dan freeman, 1977a).

Supaya lebih spesifik, kita akan menelusuri masing-masing unsur yang berpengaruh terhadap keberadaan maupun fungsi HSO  :

Economic Condition : keadaan ekonomi secara umum langsung mempengaruhi kinerja HSO. Tropman (1975) mencatat bahwa tingkat hibah bantuan publik secara langsung berhubungan dengan kekayaan masing-masing negara, yang diukur dengan pendapatan per kapita. ziegler dan Johnson (1972) memberikan data menunjukkan bahwa kemampuan Sekolah Umum untuk memperoleh sumber daya fiskal ditentukan oleh pendapatan keluarga rata-rata, per negara kapita, dan pajak daerah dan usia rata-rata penduduk negara. Sementara kondisi ekonomi menentukan pasokan sumber daya untuk organisasi pelayanan manusia, mereka juga mempengaruhi permintaan terhadap HSO.

Sosiodemographic Conditions : Usia dan distribusi jenis kelamin, komposisi keluarga, ras dan komposisi etnis, lokasi perumahan, dan kelas sosial sangat berkorelasi dengan kejadian dan tingkat permasalahan. Misalnya, kemiskinan tertinggi di antara perempuan, lansia, orang kulit hitam, dan penduduk area pedesaan. Oleh karena itu, karakteristik penduduk yang dilayani memiliki efek mendalam pada suatu organisasi, misalnya atribut dan identitas klien maupun kelompok tersebut, kisaran layanan, efektivitas teknologi layanan, dan penerimaan dari lingkungan untuk layanan tersebut.

Sejalan dengan itu, efektivitas pelayanan organisasi seringkali tergantung pada sensitivitas terhadap karakteristik sosio demografi dari populasi sasaran. karena atribut demografi sosial klien sangat penting, tidak mengherankan bahwa organisasi pelayanan manusia mencari “keramah-tamahan” terhadap objek populasi bila memungkinkan.

Cultural Conditions : Organisasi pelayanan manusia sangat sensitif terhadap sistem budaya dan nilai yang dominan di masyarakat. hubungan dekat selalu ada antara keyakinan sosial maupun budaya dominan dalam periode tertentu, bentuk pelayananya, serta pengadopsian pelayanan manusia secara langsung. Munculnya berbagai bentuk HSO dalam hal ini diperkirakan menyertai keberadaan sistem budaya, serta deologi abstrak yang dikelola oleh organisasi tersebut. HSO mewujudkan sistem budaya dan moral yang dominan dalam masyarakat, dalam hal ini sudah hal yang lumrah jika HSO  mempromosikan, memperkuat, dan menjunjung tinggi sistem yang ada.

Political-Legal Conditions : Permeabilitas HSO terhadap pengaruh kondisi politik dan hukum dalam masyarakat dapat dinyatakan dalam dua cara. Pertama, proporsi yang signifikan dari sumber daya yang tersedia dikendalikan secara publik, dan akses diatur oleh proses politik. kedua, susunan hukum mendefinisikan dan mengontrol banyak kondisi bahwa organisasi harus memenuhi dan sesuai dengan hukum tersebut ketika melayani klien.

Sistem hukum, dengan mendefinisikan dan menentukan kondisi bahwa organisasi pelayanan manusia harus memenuhi kriteria tertentu dalam melayani klien, menetapkan batasan penting pada keputusan seperti lokasi, program, teknologi layanan, dan personil.

Technological Conditions : kisaran layanan yang tersedia untuk organisasi pelayanan manusia ditentukan oleh tingkat perkembangan teknologi di berbagai bidang seperti kedokteran, kesehatan mental, pendidikan, dan masyarakat maupun perencanaan sosial. Tingkat kecanggihan teknologi dan inovasi yang ditunjukkan masing-masing daerah, ditentukan oleh tingkat kemajuan teknologi dalam masyarakat. Pada saat yang sama, teknologi intervensi perilaku sosial mengangkat isu-isu moral dan etika penting yang mungkin membatasi kemampuan dan kemauan dari organisasi pelayanan manusia untuk menggunakannya.

 

THE TASK ENVIRONMENT

Environment Resources and Organizational Domain

Lingkungan general mendefinisikan tingkatan kesempatan, batasan dan pilihan yang tersedia untuk organisasi dalam mencoba membentuk tempat baginya dan bertansformasi menjai institusi. Institusionalisasi adalah proses merefleksikan sejarah khusus, orang-orang didalamnya, kelompok yang bergabung dan kepentingan yang dibentuk, dan bagaimana hal itu diadaptasi oleh lingkungannya (Selznick, 1957: 16). Secara lebih spesifik kepemimpinan organisasi harus melibatkan:

  1. Formulasi pelayanan dalam konteks kesempatan dan batasan oleh lingkungan
  2. Negosiasi dan mediasi antara organisasi dan kelompok kepentingan lainnya untuk memperoleh legitimasi dan sumberdaya
  3. Seleksi teknologi yang digunakan
  4. Pembentukan divisi dalam organisasi
  5. Inisiasi dan implementasi perubahan organisasi sebagai respon perubahan lingkungan

 

Levine and White (1961), domain organisasi adalah bagian mana dari masalah manusia atau kebutuhan, populasi, dan layanan diberikan oleh organisasi. Penentuan cakupan ini mendefinisikan task environment untuk organisasi. Thompson (1967) mendefinisikan lingkungan tugas sebagai kumpulan kelompok luar dan organisasi yang mengawasi akses sumberdaya untuk organisasi. Operasional organisasi membutuhkan sunberdaya seperti uang, legitimasi, klien dan lainnya. Sumberdaya ini diawasi dan dijamin hanya melalui transaksi.

 

The Composition of The Task Environment

Lingkungan tugas dapat dikonsepkan dalam 6 sektor berikut:

  1. Provider of fiscal resources, sumber pendanaan organisasi
  2. Provider of legitimation and authority, untuk mengawasi dan mengevaluasi organisasi
  3. Provider clients, organisasi penyedia klien atau individu sebagai klien
  4. Provider of complementary services, HSO lainnya yang dibutuhkan dalam suksesnya pemberian layanan
  5. Consumer and recipients of an organization’s products, semua unit luar dimana organisasi bergantung dalam pemberian “produk”
  6. Competing organization, kompetisi antar organisasi dalam memperoleh klien atau sumberdaya lainnya

Forming Domain Consensus

Pembentukan konsensus domain adalah proses negosiasi, kompromi, dan pertukaran pendapat antara organisasi dan elemen dalam lingkungan tugas yang merefleksikan perhitungan masing-masing tentang biaya dan pembayaran yang dikenakan organisasi. Untuk HSO pembentukan konsensus domain tidak dapat dinegosiasikan melalui mekanisme pasar karena seharusnya HSO tidak berorientasi profit. Daripada itu, dipertimbangkan melalui (1) kesesuaian ideologis, (2) dukungan bagi organisasi, (3) potensi ancaman dari domain, (4) keuntungan bagi organisasi lain. Implikasinya, konsensus domain akan terbentuk dengan minimal pertimbangan kebutuhan klien, terutama jika mereka tidak mengawasi akses ke sunberdaya. Pembuatan konsesus domain dapat menciptakan masalah dan konsekuensi pada pelayanan terhadap klien. Contoh oleh Graziano (1969) terdapat sekelompok orang tua dari anak autis yang kecewa terhadap program berprinsip modifikasi perilaku yang kurang disetujui oleh salah satu dari dua organisasi yang menjalankan program tersebut. Selain itu pendanaan yang diajukan terhadap sebuah agensi tertahan akibat agensi tersebut mengurusi domain organisasi profesional yang berfokus pada kesehatan jiwa.

Konsensus domain meberi manfaat bagi organisasi karena memastikan laju sunberdaya dari lingkungan untuk organisasi yang mempengaruhi dari berjalanannya organisasi tersebut. Untuk mencapai ini organisasi bergantung sebagian pada karakteristik dari lingkungan tugas dan sebagian strategi memperkerjakan yang berhubungan dengan elemen tersebut. Mudah atau sulitnya membentuk konsensus domain dapat digunakan untuk karakterisasi lingkungan tugas.

  1. Stability or instability, tingkat pergantian elemen dalam lingkungan
  2. Homogeniety or heterogeniety, tingkat kesamaan elemen dalam lingkungan
  3. Concentration or dispersion, tingkat sumberdaya apa yang rata-rata didistribusikan
  4. Richness or paucity, tingkat potensi ketersediaan sumberdaya dalam lingkungan
  5. Turbulence or placidness, tingkat distribusi atau perubahan lingkungan oleh aktifitas eksternal lainnya

 

Dapat dihipotesiskan bahwa ketika lingkungan kaya akan sumberdaya, sumberdaya lebih banyak diedarkan, dan lingkungan bersifat heterogen, ini lebih mudah untuk mencapai konsensus domain karena lingkungan akan mendukung dan mentoleransi perbedaan bentuk organisasi.

 

 POWER-DEPENDENCE RELATIONS

Untuk mengamankan sumberdaya yang dikendalikan oleh unsur-unsur dari task environment, organisasi harus terlibat dalam berbagai hubungan pertukaran, istilah yang akan ditentukan oleh tingkat ketergantungan organisasi pada setiap elemen. Relasi pertukaran terdiri dari transaksi yang melibatkan transfer sumberdaya antara dua atau lebih organisasi untuk kepentingan masing-masing yang dapat dianalisis menggunakan teori pertukaran sosial: Ketergantungan organisasi berbanding lurus dengan kebutuhan untuk sumberdaya yang  dikendalikan oleh elemen, dan berbanding terbalik dengan ketersediaan sumberdaya di tempat lain. Misalnya, ketergantungan layanan lembaga keluarga dari United Fund sebanding dengan kebutuhan untuk dana dikendalikan oleh United Fund dan berbanding terbalik dengan kemampuannya untuk mendapatkan dana tersebut dari sumber lain (misalnya biaya klien, donor lain, kontrak dengan lembaga lainnya). Demikian pula, meskipun departemen kesejahteraan membutuhkan banyak klien, ketergantungan pada setiap klien bersifat minimal karena dapat dengan mudah menemukan akses ke klien sebanyak yang diharapkan. Sebaliknya, lembaga untuk orang buta memiliki kebutuhan tinggi untuk klien muda yang buta dimana dana untuk kampanye lebih efektif.

 

Strategies for Changing Power-Dependence Relations

Untuk mengurangi kerentanan mengenai ketergantungan, organisasi sering menggunakan berbagai strategi untuk meningkatkan hubungan kekuasaan-ketergantungan mereka. Pilihan strategi akan ditentukan oleh: (a) konsentrasi atau penyebaran sumberdaya yang dibutuhkan oleh organisasi, dan (b) jumlah sumberdaya strategis yang dikontrol. Secara umum, semakin besar konsentrasi sumberdaya di lingkungan dan strategis sumberdaya yang lebih sedikit dalam organisasi, lebih sulit kemampuannya untuk menegosiasikan hubungan yang menguntungkan dengan lingkungan. Empat jenis strategi dapat diidentifikasi: autoritatif, kompetitif, kooperatif, dandistruptif

 Authoritative strategies

Penggunaan otoritas sebagai strategi memiliki hasil tinggi untuk sebuah organisasi karena memaksa unit eksternal untuk mematuhi persyaratan pertukaran tanpa secara signifikan mempengaruhi otonomi organisasi. Strategi seperti ini mungkin memiliki efek baik yang menguntungkan atau merugikan pada layanan klien. Jika organisasi menggunakan kewenangannya untuk memaksa unit eksternal untuk memberikan layanan kepada klien yang dinyatakan dia baikan atau ditolak, atau memaksa pihak eksternal untuk membangun program bersama untuk pelayanan yang lebih efektif, kewenangan bias menjadi senjata ampuh untuk layanan klien yang lebih baik.

Tapi otoritas dapat memiliki efek merusak pada layanan klien. Seperti yang diusulkan sebelumnya, otoritas dapat digunakan untuk menggagalkan inovasi dalam pemberian layanan sosial. Banyak program baru mengenai pencegahan kenakalan telah dihentikan karena inovasi mereka telah dianggap sebagai ancaman oleh lembaga penegak hukum, dan lembaga control lainnya. Penggunaan otoritas jelas terbatas pada sejumlah kecil organisasi yang memiliki posisi dominan yang jelas dalam layanan jaringan sosial.

 Competitive strategies

Sebuah organisasi dapat meningkatkan kekuasaan dengan menggunakan kompetisi untuk membuat layanan yang lebih diinginkan dan lebih menarik dalam jaringan pelayanan sosial. Kompetisi ini dimungkinkan ketika organisasi memiliki sumberdaya internal yang cukup untuk menjaga keseimbangan kekuatan dengan pesaingnya. Oleh karena itu, organisasi tahu bahwa alternatif sumber dukungan yang tersedia dan bahwa biaya untuk bersaing dengan organisasi lain tidak akan menentukan sumberdaya sendiri. Dengan kondisi tersebut, kompetisi untuk meningkatkan daya organisasi adalah strategi yang sangat diinginkan, karena berpotensi meningkat kemandirian organisasi dan kebebasan untuk menegosiasikan hubungan pertukaran.

Penggunaan kompetisi strategi dapat memiliki konsekuensi besar bagi pola pelayanan, terutama jika ini dibentuk untuk mendukung posisi kompetitif organisasi. Seperti disebutkan sebelumnya, Scott, dalam studinya tentang lembaga untuk orang buta, menemukan bahwa mereka berkonsentrasi untuk melayani orang-orang muda yang buta dan produktif karena ini memungkinkan mereka untuk bersaing lebih berhasil untuk dana publik.

Cooperative Strategies

Dengan melukan kooperasi berarti organisasi memiliki keinginan  untuk membuat komitmen untuk menyokong (supply) elemen dalam lingkungan kerja dengan kebutuhan servisnya, sehingga mengurangi ketidakjelasan elemen lain untuk mendapatkan pelayanan. Terdapat tiga jenis strategi kooperasi secara terpisah : contracting, coalition dan cooptation

Contracting

Kontrak merupakan kesepakatan negosiasi, forman maupun informal diantara dua organisasi untuk saling menukar sumber daya dan layanan. Contrak terjadi biasanya ketika sumber daya yang dicari oleh organisasi terkonsentrasi dalam lingkugnan kerja dan membutuhkan control tinggi pelayanan. Dalam keduanya, organisasi melakukan kontrak untuk mengurangi ketergantungan pada lingkugan kerja karena atas komitmen yang mereka jaga dalam menerima dan kebutuhan pelayanan atau sumberdaya.

Karena organisasi pelayanan lebih mengoperasikan diri dalam jaringan dimana kedua pelayanan dan sumberdaya dikontrol oleh sedikit organisasi, contracting merupakan formulasi utama transaksi interorganisasi. Hasil dari kontrak yang ada setelah disusun adalah pengurangan ketidakjelasan/ketidakyakinan dan pemutaran perlindungan sumberdaya dan pelayanan pada organisasi yang beberapa beban seriusnya adalah : (a) organisasi yang melakukan kontrak telah mengurangi fleksibilitas dan otonominya, (b) kesepakatan yang ada memungkinkan tidak sejalan dengan kepentingan utama oraganisasi, (c) kontrak yang dijalankan pemerintahbiasanya berkaitan dengan regulasi, akuntabilitas dan prosedur laporan membatasi otonomi organisasi.

Kontrak merupakan mekanisme kunci untuk beroordinasi dan mengintegrasi jaringan pelayanan sosial. Kontrak mempersilakan agensi untuk menspesiallisasi dan meningkatkan efektiivitas mereka disamping itu memungkinkan mereka untuk menyadarkan diri pada organisasi lalin untuk melukan tugas tambahan melakukan pelayanan. Kontrak pelayanan juga memunculkan masalah serisu akuntabilitas, yakni, menentukan apakag klian sebenarnya menerima layanan for which kontrak telah dijalankan/dicapai.

Coalition

Koalisi merupakan menyatukan bersama  sumberdaya oleh beberapa organisasi untuk melakukan penggabungan. Koalisi dilakukan pada keadaan-keadaan berikut : (a) setiap organisasi memliki kekuatan terbatas pada sumber daya yang mereka inginkan (uang, legitimasi, klien, legislasi yang baik, program pelayanan), (b) terdapatnya hak puncak atas perlengkapan dan kompabiliti kepentingan antara organisasi, (c) setiap organisasi merasakan hasil yang melebihi biaya atas gabungnya dalam koalisi.

Koalisi kadang sulit terjadi karena prasyarat yang ada dan biasanya tidak stabil sejak menuntut setiap member untuk melepaskan beberapa otonomi dan mempercayai/menerima keputusan berdasarkan koalisi. Terdapat 3 biaya/beban yang akan ditanggung oleh setiap organisasi : (a) biaya komunikasi : kesuksesan koalisi tergantung padda proses interaksi antar organisasi, (b) biaya pertanggungjawaban :setiap member harus memenuhi semua ketentuan koalisi yang ada, (c) aksi yang dilakukan organisasi koalisasi dimungkinkan tidak selaras dengan kepentingan individu yang ada didalamnya.

 Cooptation

Kooptasi merupakan proses dimana representasi merupakan elemen kunci dalam lingkungan kerja yang menyerap menjadi kepemimpinan atau strukur pembuatan kebijakan pada organisasi agar mencegah adanya ancaman pada stabilitas dan eksistensi organisasi. Kooptasi terjadi ketika sumberdaya yang dibutuhkan organisasi telah terkonsentrasi, dan kurangnya sumberdaya strategi  yang dimiliki, atau adanya ancaman yang tidak mudah dinetralisasi/diatasi atas control sumberdaya. Kesuksesan kooptasi diukur oleh adanya keinginan elemen eksternal untuk menegaskan isu interorganisasi dari perspektif organisasi.

Hasil yang diharapkan dari kooptasi adalah mobilisasi pendukungan dan solusi atas ancaman organisasi, biaya otonomi yang ditanggung organisasi tinggi. Untuk memperluas gangguan kekuatan yang mereka hadapi dapat dilakukan netralisasi, dimana kooptasi pada kelomppok klian mungkin secara efektif menjalankan kepentingan pribadi pada kepemimpinan organisasi dan mempertahankan stabilitas organisasi.

Disruptive Strategies

Strategi distruptif  adalah kelakuan yang bertujuan dalam sejumlah aktivitas yang mengancam kapasitas sumberdaya-umum pada target ekonomi. Disruptif strategi akan terjadi ketika : (a) ketiadaan kekuatan organisasi dalam lingkungan kerja, (b) organisasi merasa memiliki beberapa kehilangan atas kegagalan disrupsi (c) organisasi tidak memiliki interkasi yang seimbang dengan elemen eksternal (d) adanya konflik ideologi substantive antara organisasi dengan elemen ekternal.

Meskipun begitu, organisasi mungkin memiliki beberapa multiple objetif atas protes strategi disruptif : (a) untuk mendapatkan kekuatan mecukkupi untuk melakukan penawaran, (b)meningkatkan kredibilitas dedikasi dalam meraih tujuan, (c) menghasilkan visibilitas public yang akan menyerang pendukung, (d) mengaktivasi intervensi pada organisasi ketiga.

Kesuksesan strategi disruptif tergantung pada faktor-faktor berikut: (a)elemen dalam lingkungan kerja harus sudah berpengalaman dalam keadaan rentan , (b) organisasi disruptif harus dapat memobilisasi sumberdaya dengan baik untuk mempertahankan panjangnya proses disruptif yang efektif, (c) serangan balasan elemen tidak akan membahayakan keberadaan organisasi disruptif, (d) distrupsi dan protes harus memobilisasi yang lain sebagai sebab kemenangan oleh organisasi disruptif.

 

[Tugas Review Kelompok : Ahmad Rofai, Fatiyah Rahmadiana, Rakha Gusti W, Noviyanti]

[Ilmu Kesejahteraan Sosial]

 

REFERENSI

[1] Hasenfeld, Yeheskel. 1983. Human Service Organization. USA: Prentice-Hall

 

Sumber gambar : skpd.batamkota.go.id

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

Website Built with WordPress.com.

Up ↑

%d bloggers like this: