Sebuah Puisi

Sang Penghidupan (?)

“Ibu.. saya kangen makan sayur” Ucapku ketika ibu menyuguhiku jamur yang tersisa di rumah…

ya tuhan,

Apa yang tengah terjadi di bumi yang makhluk-Mu pijak ini,

Kemana tumbuhan hijau membentang,

Kemana pohon-pohon menjulang,

Semua layu dan mati bagai api tak berasap,

“Tagihan listrik tak henti-hentinya menggandrungi masalah kita ya bah…” Keluh ibu kepada sang ayah…

Ya tuhan,

Kemana perginya sang pusat tata surya itu,

Kamana perginya sang sumber penghidupan itu,

Redupkah dia, lenyapkah dia, atau hilangkah dia,

Entah kemana perginya dia, sungguh aku tak tahu,

Pemborosan listrik untuk menerangi bumi yang makhluk-Mu pijak ini terus meraja lela,

“Jika begini terus bagaimana kita memberi makan kepada si bayi itu ma?” Keluh pak tani kepada istrinya…

Bagaimana nasib pak tani itu,

Sumber penghidupan mereka telah layu dan mati semua,

Lantas bagaimana kita harus memakan nasi?, sesuap pun tak ada,

Haruskah kami memakan logam?

Haruskah kami memakan plastik?

Haruskah kami memakan aluminium atau besi?

Oh, jika memang seperti itu adanya bagaimana kerongkongan, usus, lambung dan alat pencernaan lainya bekerja dengan baik?

“Aduh, kambing kita mau di kasih makan apa ya bu?”tanya pak ternak bingung kepada sang istri…

Tuhan,

Ternyata bukan hanya pak tani yang mengalami kebingungan, pak ternak pun demikian…

Oh tuhan,

Bagaimana pak ternak dapat memberi makan kambingnya,

Bagaimana pak tani dapat menumbuhkan padinya,

Bagaimana kami bisa memakan nasi, sayur, buah, susu dam makanan enak lainya,

Bagaimana pula cara klami menanggulangi pemborosan listrik untuk menerangi bumi ini,

Oh tuhan,

Kami mohon padamu,

Kembalikan lah sumber cahaya terbesar itu,

Kembalikan sumber energi terpanas itu,

Kembalikan lah sumber penghidupan kami itu,

Untuk memberhentikan huru-hara serta hiruk-pikuk yang tengah melanda kami ini,